Tuesday, January 5, 2016

GCG

A.     Good Corporate Governance dalam Lembaga SyariahIndustri keuangan syariah telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Tiga dasa warsa yang lalu, bank syariah belum dikenal. Di awal abad ini, lewis dan algoud (2005) melaporkan sudah 55 negara yang pasarnya sedang bangkit dan berkembang ikut menerapkan sistem perbankan dan keuangan syariah. Sebagai industri, perbankan syariah memiliki karakteristik yang secara umum melekat pada industri perbankan. Pertama, ia adalah industri yang padat regulasi (highly regulated). Artinya, setiap gerak gerik dan aktivitas bank syariah tidak luput dari ketentuan dan pantauan regulator. Kedua, aturan yang ada diperlukan sebagai kosekuensi dari karakteristik industri perbankan, yaitu institusi bisnis yang berlandaskan pada kepercayaan. Dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, yaitu intermediasi keuangan, bank pada umumnya dan bank syariah pada khususnya, berhadapan dengan berbagai macam risiko, diantaranya: risiko operasional, risiko pembiayaan, risiko pasar, risiko legal hingga risiko reputasi. Oleh karena itu, bank harus dikelola dengan sangat hati-hati oleh manajemen yang profesional dan integritas tinggi. Disinilah pentingnya konsep dan penerapan corporate governane.Berdasarkan UU No 21 Tahun 2008, secara hukum terdapat peluang yang besar bagi pengembangan sektor perbankan di indonesia, di mana Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas perbankan juga telah mengeluarkan produk hukum yang secara khusus mengatur profesional perbankan syariah. Adapun produk hukum yang di maksud berupa Peraturan Bank Indonesia dan lebih teknis lagi berupa Surat Edaran Bank Indonesia, antara lain yaitu PBI No.7/46/PBI/2005 tentang akad penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah dan terkait dengan judul artikel ini yaitu PBI No.8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum[1].

a.      Pengertian Good Corporate GovernanceGood Corporate Governance adalah suatu tata kelola Bank Syariah yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (Transparancy), akuntabilitas (accountability), Pertanggungjawaban (Resposibility), Profesional (Professional) dan Kewajaran (Fiarnes).

b.   Interelasi antara Good Corporate Governance dengan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha SyariahBank syariah wajib melaksakan GCG dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Pelaksanaan GCG dalam setiap kegiatan usaha ini termasuk dalam proses penyusunan visi, misi, rencana strategis, pelaksanaan kebijakan dan langkah-langkah pengawasan internal. Yang dimaksud dengan “seluruh tingkatan atau jenjang organisasi” dalam BUS adalah seluruh posisi dalam struktur Bus yang dimulai dari tingkatan tertinggi, yaitu Dewan Komisaris dan Direksi sampai dengan tingkatan paling rendah. Sementara itu, yang dimaksut dengan “seluruh tingkatan atau jejang organisasi” dalam UUS adalah seluruh posisi dalam struktur UUS yang dimulai dari tingkatan tertiggi, yaitu Direktur UUS sampai ke Manajemen terendah.1.      Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi BUSPelaksanaan Good Corporate Governance bagi BUS harus diwujudkan dalam beberapa hal, yaitu1)      Pelaksanaan Tugas dan Tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi2)      Kelengkapan dan pelakanaan tugas komite” dan fungsi yang menjalankan tentang pengendalian internal BUS3)      Pelaksanaan Tugas dan Tanggungjawab DPS4)      Penerapan fungsi kepatuhan, audit internal, dan audit eksternal.5)      Batas maksimum penyaluran dana6)      Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan BUS7)      Penerapan manajemen resiko, termasuk sistem pengendalian.Semua ini mengacu pada perundang-undangan BI yang mengatur pelaksanaan tugas dan tanggung jawab tersebut. Pembentukan komite ini untukmemebantu kelancaran tugas pengawasan oleh komisaris.2.      Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi UUSBerbeda dengan BUS, GCG harus diwujudkan dalam beberapa hal yaitu:1)      Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direktur UUS2)      Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS3)      Penyaluran dana kepada naabah pembiayaan inti dan penyimpangan dana oleh deposan inti4)      Transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan UUSSesuai Regulasi Peraturan Bank Indonesia No.11/33/PBI/2009 tentang GCG bagi BUS dan UUS menyebut bahwa pelaksanaan tugas dan tanggung jawab mengacu pada perundang-undangan yang berlaku. Khusus DPS mengacupada ketentuan BI dan perundang-undangan yang berlaku.

c.       Dewan KomisarisOrgan perseroan yang melakukan pengawasan secara umum atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi sebagaimana dimaksud dalam UU No.4 tahun 2007 tentang perseroan terbatas1.      Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisarisa)      Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan atas terselenggaranya pelaksanaan GCG dalam setiap kegiatan usaha BUS pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.b)      Dewan Komisaris wajib melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi serta memberikan nasihat kepada direksi.c)      Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan wajib memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis BUSd)      Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan dilarang terlibat dalam pengambilan keputusan kegiatan operasional BUS.2.      Larangan bagi Dewan Komisarisa)      Dilarang memanfaatkan BUS untuk kepentingan pribadi, keluarga atau pihak lain yang dapat megurangi aset atau mengurangi keuntungan BUSb)      Dilarang mengambil atau menerima keuntungan pribadi dari BUS selain remunerasi dan fasilitas lainnya yang ditetapkan Rapat Umum pemegang saham.c)      Wajib mengungkapkan remunerasi dan fasilitas pada laporan pelaksanaan GCG.

d.      DireksiDireksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun diluar pengendalian sesuai dengan ketentuan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam UU No.40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas.1.      Tugas dan Tanggung Jawab Direksia)      Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan pengelolan BUS berdasarkan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariahb)      Direksi wajib mengelola BUS sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam anggaran dasar BUS dan UU yang berlaku.2.      Aspek Transparansi Direksia)      Kepemilikan saham yang mencapai 5% atau lebih, baik pada BUS yang bersangkutan maupun bank dan perusahaan lain, yang berkedudukan di dalam dan juga luar negerib)      Hubungan keuangan dan keluarga dengan pemegang saham pengendali, anggota dewan komisaris atau anggota direksi lainnya dalam lap. Pelaksanaan GCG[2] e.      Good Corporate GovernancePenerapan Good Corporate Governance (GCG) di lembaga perbankan syariah menjadi sebuah keniscayaan yang tak terbantahkan. Bahkan bank-bank syariah harus tampil sebagai pionir terdepan dalam mengimplementasikan GCG tersebut. Dalam kerangka itulah IFSB (Islamic Financial Service Board), sebuah badan penetapan standart internasional untuk regulasi lembaga keuangan islam yang berpusat di kuala lumpur, baru-baru ini mengekspose draft GCG untuk lembaga keuangan syariah. Rencananya, draft tersebut akan disahkan pada bulan november mendatang. Sebelum disahkan, IFSB mengharapkan masukan dari para akademisi dan praktisi ekonomi islam di seluruh dunia. Kini draft tersebut sudah diekspose di tiga negara, inggris (landon), lebanon (beirut), dan di indonesia (jakarta). Perbedaan GCG syari’ah dan konvensional terletak pada syariah compliance yaitu kepatuhan pada syariah. Sedangkan prinsip-prinsip transparansi, kejujuran, kehati-hatian, kedisplinan merupakan prinsip universal yang juga terdapat dalam aturan GCG Konvensional.Pengertian Good Corporate Governance menurut Word Bank, merupakan kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaiadah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang sham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Sementara itu dalam GCG Workshop kantor meneg PM BUMN Desember 1999, dirumuskan bahwa Good Corporate Governance berkaitan dengan pengambilan keputusan yang efektif, yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sitem, proses bisnis, kebijakan, dan struktur organisasi yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya dan resiko secara lebih efisien dan efektif serta pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham stakeholder lainnya.Menurut Hessel (2001), ada tiga hal pokok yang urgen untuk menciptakan Good and Clean Government yaitu:1.      Pemberantasan KKN (Korupsi,kolusi dan nepotisme)2.      Disiplin anggaran dan penghapusan dana nonbudgeter3.      Peningkatan fungsi pengawasan. Corporate Governance merujuk kepada sistem dan metode bagaimana perusahaan diarahkan, ditata, atau dikendalikan.Corporate Governance juga meliputi ketentuan-ketentuan hukum dan kelaziman yang mempengaruhi arah dan tujuan-tujuan yang menggerakkan perusahaan. Corporate Governance juga dilihat sebagai proses pemantuan kinerja perusahaan dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan yang tepat yang terkait dengan konsep-konsep seperti: transparansi, integrasi dan akuntabilitas. Mekanisme dan pengawasan Corporate Governanace disusun untuk mengurangi inefisiensi akibat moral hazard dan adverse selection.GCG dan kewaspadaan Moral Hazard bahwa praktik moral hazard sudah menjadi kebiasaan di lembaga-lembaga perbankan. Berbagai kejadian korupsi tersebut, harus menjadi perhatian serius bagi para stakerholders bank syari’ah, baik pemilik/pemegang saham, komisaris, direksi, karyawan (kru) Dewan Pengawas Syariah, nasabah dan para akademis ekonomi syariah lainnya. Hal ini perlu menjadi perhatian penting, sebab saat ini lembaga perbankan syariah sedang menjadi idola dan berkembang sangat pesat di tanah air. Saat ini ada 29 Bank yang telah beroperasi secara syariah dan memiliki lebih dari 620 kantor di seluruh indonesia.Di masa depan, kemungkinan terjadinya korupsi dan penyimpangan di bank syariah merupan hal yang tidak mustahil, meskipun disitu ada dewan pengawas syari’ah, karena para pelakunya bukan malaikat. Apalagi sekarang perbankan syariah makin banyak, sehubungan dengan hal itu para jajaran eksekutif dan pejabat bank, bukan termasuk komisaris harus ekstra hati-hati dalam mengelola lembaga perbankan yang selalu dinilai “suci”, karena berasal dari prinsip ilahiyah. Harus dimaklumi bahwa simbol agama tidak menjamin sebuah lembaga menjadi bersih dari perilaku korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknumnya.Danhi Gunawan peneliti sektor Bank Indonesia, menyatakan bahwa korupsi dilembaga perbankan pada umumnya dapat menjelma dalam tiga bentuk (1) langsung, (2) Tidak langsung, (3) Samar-samar. Bentuk korupsi lainnya adalah seperti nepotisme penyaluran kredit yang mengurangi potensi pendapatan bank, nepotisme penerimaan pegawai. Hal ini dapat menzolimi orang-orang yng lebih baik, berkualitas dan lebih berhak. Korupsi-korupsi ini harus di berantas dengan aturan Good Corporate Governance (GCG).Oleh karena itu lembaga pengawas, lembaga audit dan masyarakat jangan terpana dengan lebel syariah, karena bisa saja dalam praktiknya tidak ada unsur-unsur syariahnya. Dalam penerapan GCG ini para bankir syariah, harus benar” paham dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai syariah yang ditegakkan oleh Rosulullah saw. Kalau tidak pencitraan bank syariah akan jelek dimasa depan. Nabi Muhammad Bersabda “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”.Prinsip-prinsip yang di tegakan dan praktiknya Nabi Muhammad saw tersebut sangat identik dengan spirit GCG yang dikembangkan saat ini. Dalam ajaran islam poin-poin tersebut menjadi prinsip penting dalam aktifitas dan kehidupan seorang muslim. Yaitu, ‘adalah (Keadilan), tawazun (Keseimbangan), mas’uliyah (Akuntabilitas), akhlaq (moral), shidiq (Jujur), amanah (Kepercayaan), tabligh (Keterbukan), fathonah (Kecerdasan).Keharusan tampilnya bankir syariah sebagai pionir penegakan GCG di banding konvensional, menurut Al-Gauod dan lewis (1999) karena permasalahan governance dalam perbankansyariah ternyata sangat berbeda dengan bank konvensional. Pertama, bank syariah mempunya kewajiban untuk memetuhi prinsip-prinsip syariah dalam menjalankan bisnisnya. Karenanya DPS memerankan peran yang penting dalam governance structure perbankan syariah. Kedua, krenapotensi terjadinya information asymmetry sangat tinggi bagi perbankan syariah maka permasalahannya agency theory menjadi sangat relevan.Hal ini terkait dengan permasalahan tingkat akuntabilitas dan transparansi penggunaan dana anasabah dan pemegang saham. Karenanya, permasalahan keterwakilan invesment account holders dalam mekanisme GCG masalah strategis yang harus pula mendapat perhatian bank syariah. Ketiga, dari persepektif budaya konporasi, perbankan syariah semestinya melakukan transformasi budayadimana nilai-nilai etika bisnis islami menjadi karakter yang inherent dalam praktikbisnis perbankan syariah.

f.        Urgensi Good Corporate Governance dalam praktik perbankan syariahPenerapan prinsip” GCG menjadi suatu keniscayaan bagi sebuah institusi, termasuk didalamnya institusi bank syariah. Hal ini lebih ditunjukan kepada adanya tanggung jawab publik berkaitan  dengan kegiatan operasional bank yang diharapkan benar-benar mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam hukum positif seperti UU No.1 Tahun 1995 tentang perseroan terbatas dan UU No.21 Tahun 2008 tentang perubahan atas UU No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, berikut peraturan-peraturan pelaksananya.Bank indonesia juga tidk mau ketinggalandalam menerapkan Good Corporate Governance . penerapan GCG telah menjadi kewajban semua bank umum yang beroperasi di indonesia. Kewajiban tersebut diterapkan melaui peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 tanggl 30 Januari 2006. Dasar pertimbangan PBI ini adalah sejalan dengan Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance ketika pada tahun 2004 mengeluarkan  pedoman Good Corporate Governance perbankan Indonesia dengan alasan:
1.      Bank adalah lembaga intermediasi yang dalam menjalankan kegiata usahanya bergantung pada dana masyarakat dan kepercayaan baik dari dalam maupun luar negeri.2.      Krisis perbankan di indonesia dimulai akhir tahun 1997 terjadi bukan semata-mata diakibatkan oleh krisis ekonomi, tetapi juga diakibatkan oleh belum dilaksanakannya GCG dan etika yang melandasinya.3.      Pelaksanaa GCG sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat4.      GCG mengandung lima prinsip keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi serta kewajaran dan diciptakan untuk dapat melindungi kepentingan semua pihak yang berkepentingan.5.      Peraturan dan implementasi GCG memerlukan komitmen dari top management dan seluruh jajaran organisasi[3].

g.      Unit Usaha Syariah dan Good Corporate GovernanceBeberapa Komponen yang tersusun dalam struktur organisasi UUS dan penerapan Tata kelola perusahaan yang baik harusdilakanakan oleh UUS mencakup beberapa hal.1.      Direktur UUS, yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan berkaitan dengan pengelolaan UUS2.      Dewan Pengawas Syariah dalam UUS3.      Penyaluran dana pada nasabah pembiayaan inti, wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran dana kepada nasabah pembiayaan inti dan penyimpanan dana oleh deposan inti.4.      Aspek transparansi kondisi UUS, wajib melaksanakan transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan kepada para pemangku kepentingan.5.      Pelaksanaan prinsip syariah, wajib melaksanakan pemenuhan prinsip syariah dalam kegiatan operasional UUS. Sebagaimana diatur dalam ketentuan BI tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam menghimpun dana dan penyaluran dana serta jasa bank syariah.

h.      Penilaian Pelaksanan Good Corporate GovernanceSistem penilaian terhadap pelaksanaan tata  kelola perusahaan yang baik atau bahasa asingnya Good Corporate Governance merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi dan dilaksankan oleh instansi BUS. Hal itu untuk mengantisipasi resiko yang mungkin membawa dampak  buruk bagi instansi tersebut.Lima faktor penilaian pelaksanaan GCG1)      pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direktur UUS2)      pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS3)      pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta jasa bank4)      penyaluran dana pada nasabah pembiayaan inti dan penyimpanan dana oleh deposan inti5)      transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan UUS, laporan pelaksanaan GCG serta pelaporan internal[4].

[1] Muhamad, Manajemen Keuangan Syariah, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN), 2014, Hlm.645[2] Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta:Salemba Empat), 2013, Hlm.397-408[3] Muhamad, Manajemen Keuangan Syariah, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN), 2014, Hlm.646-   655[4] Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta:Salemba Empat), 2013, Hlm.420-422



Memenuhi tugas individu manajemen keuangan
Nama  : Novalia
NPM   : 1321050016
Jur       : Perbankan

A.     Good Corporate Governance dalam Lembaga Syariah
Industri keuangan syariah telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Tiga dasa warsa yang lalu, bank syariah belum dikenal. Di awal abad ini, lewis dan algoud (2005) melaporkan sudah 55 negara yang pasarnya sedang bangkit dan berkembang ikut menerapkan sistem perbankan dan keuangan syariah. Sebagai industri, perbankan syariah memiliki karakteristik yang secara umum melekat pada industri perbankan. Pertama, ia adalah industri yang padat regulasi (highly regulated). Artinya, setiap gerak gerik dan aktivitas bank syariah tidak luput dari ketentuan dan pantauan regulator. Kedua, aturan yang ada diperlukan sebagai kosekuensi dari karakteristik industri perbankan, yaitu institusi bisnis yang berlandaskan pada kepercayaan. Dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, yaitu intermediasi keuangan, bank pada umumnya dan bank syariah pada khususnya, berhadapan dengan berbagai macam risiko, diantaranya: risiko operasional, risiko pembiayaan, risiko pasar, risiko legal hingga risiko reputasi. Oleh karena itu, bank harus dikelola dengan sangat hati-hati oleh manajemen yang profesional dan integritas tinggi. Disinilah pentingnya konsep dan penerapan corporate governane.
Berdasarkan UU No 21 Tahun 2008, secara hukum terdapat peluang yang besar bagi pengembangan sektor perbankan di indonesia, di mana Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas perbankan juga telah mengeluarkan produk hukum yang secara khusus mengatur profesional perbankan syariah. Adapun produk hukum yang di maksud berupa Peraturan Bank Indonesia dan lebih teknis lagi berupa Surat Edaran Bank Indonesia, antara lain yaitu PBI No.7/46/PBI/2005 tentang akad penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah dan terkait dengan judul artikel ini yaitu PBI No.8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum[1].
a.      Pengertian Good Corporate Governance
Good Corporate Governance adalah suatu tata kelola Bank Syariah yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (Transparancy), akuntabilitas (accountability), Pertanggungjawaban (Resposibility), Profesional (Professional) dan Kewajaran (Fiarnes).
b.      Interelasi antara Good Corporate Governance dengan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Bank syariah wajib melaksakan GCG dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Pelaksanaan GCG dalam setiap kegiatan usaha ini termasuk dalam proses penyusunan visi, misi, rencana strategis, pelaksanaan kebijakan dan langkah-langkah pengawasan internal. Yang dimaksud dengan “seluruh tingkatan atau jenjang organisasi” dalam BUS adalah seluruh posisi dalam struktur Bus yang dimulai dari tingkatan tertinggi, yaitu Dewan Komisaris dan Direksi sampai dengan tingkatan paling rendah. Sementara itu, yang dimaksut dengan “seluruh tingkatan atau jejang organisasi” dalam UUS adalah seluruh posisi dalam struktur UUS yang dimulai dari tingkatan tertiggi, yaitu Direktur UUS sampai ke Manajemen terendah.
1.      Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi BUS
Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi BUS harus diwujudkan dalam beberapa hal, yaitu
1)      Pelaksanaan Tugas dan Tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi
2)      Kelengkapan dan pelakanaan tugas komite” dan fungsi yang menjalankan tentang pengendalian internal BUS
3)      Pelaksanaan Tugas dan Tanggungjawab DPS
4)      Penerapan fungsi kepatuhan, audit internal, dan audit eksternal.
5)      Batas maksimum penyaluran dana
6)      Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan BUS
7)      Penerapan manajemen resiko, termasuk sistem pengendalian.
Semua ini mengacu pada perundang-undangan BI yang mengatur pelaksanaan tugas dan tanggung jawab tersebut. Pembentukan komite ini untukmemebantu kelancaran tugas pengawasan oleh komisaris.
2.      Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi UUS
Berbeda dengan BUS, GCG harus diwujudkan dalam beberapa hal yaitu:
1)      Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direktur UUS
2)      Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS
3)      Penyaluran dana kepada naabah pembiayaan inti dan penyimpangan dana oleh deposan inti
4)      Transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan UUS
Sesuai Regulasi Peraturan Bank Indonesia No.11/33/PBI/2009 tentang GCG bagi BUS dan UUS menyebut bahwa pelaksanaan tugas dan tanggung jawab mengacu pada perundang-undangan yang berlaku. Khusus DPS mengacupada ketentuan BI dan perundang-undangan yang berlaku.
c.       Dewan Komisaris
Organ perseroan yang melakukan pengawasan secara umum atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi sebagaimana dimaksud dalam UU No.4 tahun 2007 tentang perseroan terbatas
1.      Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris
a)      Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan atas terselenggaranya pelaksanaan GCG dalam setiap kegiatan usaha BUS pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
b)      Dewan Komisaris wajib melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi serta memberikan nasihat kepada direksi.
c)      Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan wajib memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis BUS
d)      Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan dilarang terlibat dalam pengambilan keputusan kegiatan operasional BUS.
2.      Larangan bagi Dewan Komisaris
a)      Dilarang memanfaatkan BUS untuk kepentingan pribadi, keluarga atau pihak lain yang dapat megurangi aset atau mengurangi keuntungan BUS
b)      Dilarang mengambil atau menerima keuntungan pribadi dari BUS selain remunerasi dan fasilitas lainnya yang ditetapkan Rapat Umum pemegang saham.
c)      Wajib mengungkapkan remunerasi dan fasilitas pada laporan pelaksanaan GCG.
d.      Direksi
Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun diluar pengendalian sesuai dengan ketentuan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam UU No.40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas.
1.      Tugas dan Tanggung Jawab Direksi
a)      Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan pengelolan BUS berdasarkan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah
b)      Direksi wajib mengelola BUS sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam anggaran dasar BUS dan UU yang berlaku.
2.      Aspek Transparansi Direksi
a)      Kepemilikan saham yang mencapai 5% atau lebih, baik pada BUS yang bersangkutan maupun bank dan perusahaan lain, yang berkedudukan di dalam dan juga luar negeri
b)      Hubungan keuangan dan keluarga dengan pemegang saham pengendali, anggota dewan komisaris atau anggota direksi lainnya dalam lap. Pelaksanaan GCG[2]

e.      Good Corporate Governance
Penerapan Good Corporate Governance (GCG) di lembaga perbankan syariah menjadi sebuah keniscayaan yang tak terbantahkan. Bahkan bank-bank syariah harus tampil sebagai pionir terdepan dalam mengimplementasikan GCG tersebut. Dalam kerangka itulah IFSB (Islamic Financial Service Board), sebuah badan penetapan standart internasional untuk regulasi lembaga keuangan islam yang berpusat di kuala lumpur, baru-baru ini mengekspose draft GCG untuk lembaga keuangan syariah. Rencananya, draft tersebut akan disahkan pada bulan november mendatang. Sebelum disahkan, IFSB mengharapkan masukan dari para akademisi dan praktisi ekonomi islam di seluruh dunia. Kini draft tersebut sudah diekspose di tiga negara, inggris (landon), lebanon (beirut), dan di indonesia (jakarta). Perbedaan GCG syari’ah dan konvensional terletak pada syariah compliance yaitu kepatuhan pada syariah. Sedangkan prinsip-prinsip transparansi, kejujuran, kehati-hatian, kedisplinan merupakan prinsip universal yang juga terdapat dalam aturan GCG Konvensional.
Pengertian Good Corporate Governance menurut Word Bank, merupakan kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaiadah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang sham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Sementara itu dalam GCG Workshop kantor meneg PM BUMN Desember 1999, dirumuskan bahwa Good Corporate Governance berkaitan dengan pengambilan keputusan yang efektif, yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sitem, proses bisnis, kebijakan, dan struktur organisasi yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya dan resiko secara lebih efisien dan efektif serta pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham stakeholder lainnya.
Menurut Hessel (2001), ada tiga hal pokok yang urgen untuk menciptakan Good and Clean Government yaitu:
1.      Pemberantasan KKN (Korupsi,kolusi dan nepotisme)
2.      Disiplin anggaran dan penghapusan dana nonbudgeter
3.      Peningkatan fungsi pengawasan. Corporate Governance merujuk kepada sistem dan metode bagaimana perusahaan diarahkan, ditata, atau dikendalikan.
Corporate Governance juga meliputi ketentuan-ketentuan hukum dan kelaziman yang mempengaruhi arah dan tujuan-tujuan yang menggerakkan perusahaan. Corporate Governance juga dilihat sebagai proses pemantuan kinerja perusahaan dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan yang tepat yang terkait dengan konsep-konsep seperti: transparansi, integrasi dan akuntabilitas. Mekanisme dan pengawasan Corporate Governanace disusun untuk mengurangi inefisiensi akibat moral hazard dan adverse selection.
GCG dan kewaspadaan Moral Hazard bahwa praktik moral hazard sudah menjadi kebiasaan di lembaga-lembaga perbankan. Berbagai kejadian korupsi tersebut, harus menjadi perhatian serius bagi para stakerholders bank syari’ah, baik pemilik/pemegang saham, komisaris, direksi, karyawan (kru) Dewan Pengawas Syariah, nasabah dan para akademis ekonomi syariah lainnya. Hal ini perlu menjadi perhatian penting, sebab saat ini lembaga perbankan syariah sedang menjadi idola dan berkembang sangat pesat di tanah air. Saat ini ada 29 Bank yang telah beroperasi secara syariah dan memiliki lebih dari 620 kantor di seluruh indonesia.
Di masa depan, kemungkinan terjadinya korupsi dan penyimpangan di bank syariah merupan hal yang tidak mustahil, meskipun disitu ada dewan pengawas syari’ah, karena para pelakunya bukan malaikat. Apalagi sekarang perbankan syariah makin banyak, sehubungan dengan hal itu para jajaran eksekutif dan pejabat bank, bukan termasuk komisaris harus ekstra hati-hati dalam mengelola lembaga perbankan yang selalu dinilai “suci”, karena berasal dari prinsip ilahiyah. Harus dimaklumi bahwa simbol agama tidak menjamin sebuah lembaga menjadi bersih dari perilaku korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknumnya.
Danhi Gunawan peneliti sektor Bank Indonesia, menyatakan bahwa korupsi dilembaga perbankan pada umumnya dapat menjelma dalam tiga bentuk (1) langsung, (2) Tidak langsung, (3) Samar-samar. Bentuk korupsi lainnya adalah seperti nepotisme penyaluran kredit yang mengurangi potensi pendapatan bank, nepotisme penerimaan pegawai. Hal ini dapat menzolimi orang-orang yng lebih baik, berkualitas dan lebih berhak. Korupsi-korupsi ini harus di berantas dengan aturan Good Corporate Governance (GCG).
Oleh karena itu lembaga pengawas, lembaga audit dan masyarakat jangan terpana dengan lebel syariah, karena bisa saja dalam praktiknya tidak ada unsur-unsur syariahnya. Dalam penerapan GCG ini para bankir syariah, harus benar” paham dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai syariah yang ditegakkan oleh Rosulullah saw. Kalau tidak pencitraan bank syariah akan jelek dimasa depan. Nabi Muhammad Bersabda “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”.
Prinsip-prinsip yang di tegakan dan praktiknya Nabi Muhammad saw tersebut sangat identik dengan spirit GCG yang dikembangkan saat ini. Dalam ajaran islam poin-poin tersebut menjadi prinsip penting dalam aktifitas dan kehidupan seorang muslim. Yaitu, ‘adalah (Keadilan), tawazun (Keseimbangan), mas’uliyah (Akuntabilitas), akhlaq (moral), shidiq (Jujur), amanah (Kepercayaan), tabligh (Keterbukan), fathonah (Kecerdasan).
Keharusan tampilnya bankir syariah sebagai pionir penegakan GCG di banding konvensional, menurut Al-Gauod dan lewis (1999) karena permasalahan governance dalam perbankansyariah ternyata sangat berbeda dengan bank konvensional. Pertama, bank syariah mempunya kewajiban untuk memetuhi prinsip-prinsip syariah dalam menjalankan bisnisnya. Karenanya DPS memerankan peran yang penting dalam governance structure perbankan syariah. Kedua, krenapotensi terjadinya information asymmetry sangat tinggi bagi perbankan syariah maka permasalahannya agency theory menjadi sangat relevan.
Hal ini terkait dengan permasalahan tingkat akuntabilitas dan transparansi penggunaan dana anasabah dan pemegang saham. Karenanya, permasalahan keterwakilan invesment account holders dalam mekanisme GCG masalah strategis yang harus pula mendapat perhatian bank syariah. Ketiga, dari persepektif budaya konporasi, perbankan syariah semestinya melakukan transformasi budayadimana nilai-nilai etika bisnis islami menjadi karakter yang inherent dalam praktikbisnis perbankan syariah.
f.        Urgensi Good Corporate Governance dalam praktik perbankan syariah
Penerapan prinsip” GCG menjadi suatu keniscayaan bagi sebuah institusi, termasuk didalamnya institusi bank syariah. Hal ini lebih ditunjukan kepada adanya tanggung jawab publik berkaitan  dengan kegiatan operasional bank yang diharapkan benar-benar mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam hukum positif seperti UU No.1 Tahun 1995 tentang perseroan terbatas dan UU No.21 Tahun 2008 tentang perubahan atas UU No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, berikut peraturan-peraturan pelaksananya.
Bank indonesia juga tidk mau ketinggalandalam menerapkan Good Corporate Governance . penerapan GCG telah menjadi kewajban semua bank umum yang beroperasi di indonesia. Kewajiban tersebut diterapkan melaui peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 tanggl 30 Januari 2006. Dasar pertimbangan PBI ini adalah sejalan dengan Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance ketika pada tahun 2004 mengeluarkan  pedoman Good Corporate Governance perbankan Indonesia dengan alasan:



1.      Bank adalah lembaga intermediasi yang dalam menjalankan kegiata usahanya bergantung pada dana masyarakat dan kepercayaan baik dari dalam maupun luar negeri.
2.      Krisis perbankan di indonesia dimulai akhir tahun 1997 terjadi bukan semata-mata diakibatkan oleh krisis ekonomi, tetapi juga diakibatkan oleh belum dilaksanakannya GCG dan etika yang melandasinya.
3.      Pelaksanaa GCG sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat
4.      GCG mengandung lima prinsip keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi serta kewajaran dan diciptakan untuk dapat melindungi kepentingan semua pihak yang berkepentingan.
5.      Peraturan dan implementasi GCG memerlukan komitmen dari top management dan seluruh jajaran organisasi[3].
g.      Unit Usaha Syariah dan Good Corporate Governance
Beberapa Komponen yang tersusun dalam struktur organisasi UUS dan penerapan Tata kelola perusahaan yang baik harusdilakanakan oleh UUS mencakup beberapa hal.
1.      Direktur UUS, yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan berkaitan dengan pengelolaan UUS
2.      Dewan Pengawas Syariah dalam UUS
3.      Penyaluran dana pada nasabah pembiayaan inti, wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran dana kepada nasabah pembiayaan inti dan penyimpanan dana oleh deposan inti.
4.      Aspek transparansi kondisi UUS, wajib melaksanakan transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan kepada para pemangku kepentingan.
5.      Pelaksanaan prinsip syariah, wajib melaksanakan pemenuhan prinsip syariah dalam kegiatan operasional UUS. Sebagaimana diatur dalam ketentuan BI tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam menghimpun dana dan penyaluran dana serta jasa bank syariah.
h.      Penilaian Pelaksanan Good Corporate Governance
Sistem penilaian terhadap pelaksanaan tata  kelola perusahaan yang baik atau bahasa asingnya Good Corporate Governance merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi dan dilaksankan oleh instansi BUS. Hal itu untuk mengantisipasi resiko yang mungkin membawa dampak  buruk bagi instansi tersebut.
Lima faktor penilaian pelaksanaan GCG
1)      pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direktur UUS
2)      pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS
3)      pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta jasa bank
4)      penyaluran dana pada nasabah pembiayaan inti dan penyimpanan dana oleh deposan inti
5)      transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan UUS, laporan pelaksanaan GCG serta pelaporan internal[4].



[1] Muhamad, Manajemen Keuangan Syariah, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN), 2014, Hlm.645
[2] Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta:Salemba Empat), 2013, Hlm.397-408
[3] Muhamad, Manajemen Keuangan Syariah, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN), 2014, Hlm.646-
   655
[4] Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta:Salemba Empat), 2013, Hlm.420-422